BNPT Gelar Survei Indeks Risiko Terorisme 2025 di Sulbar

MAMUJU – Survei Indeks Risiko Terorisme (IRT) 2025 resmi dimulai dengan melibatkan 36 provinsi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini menyasar 100 kota dan 130 kabupaten.

Di Sulawesi Barat, survei akan berlangsung di tiga kabupaten, yakni Mamuju, Mamuju Tengah, dan Pasangkayu. Sebanyak enam enumerator diturunkan, masing-masing dua orang di setiap kabupaten, untuk memastikan data lapangan terkumpul secara akurat dan sesuai prosedur.

Pelaksanaan survei di lapangan dilakukan dengan sistematis. Enumerator dibekali surat tugas, rompi resmi, serta aplikasi berbasis GPS untuk memastikan keakuratan lokasi.

Proses wawancara dengan narasumber juga disertai dokumentasi dan pemberian cenderamata sebagai bentuk apresiasi.

Survei ini bukan sekadar tumpukan kertas pertanyaan. Di baliknya ada kerja senyap enam enumerator yang direkrut sejak Juli lalu. Mereka adalah anak-anak daerah yang sehari-hari akrab dengan masyarakat.

“Kalau bukan kita yang turun, siapa lagi yang tahu kondisi lapangan sebenarnya?” ujar salah satu enumerator muda dari Mamuju yang ditemui usai mengikuti Rapat koordinasi dan persiapan turun lapangan enumerator survei indeks resiko terorisme 2025, Rabu 24 September 2025.

Tokoh lokal pun dilibatkan secara serius. Dari Kapolres, Komandan Kodim, hingga Kepala Kemenag kabupaten, semua diminta berbagi pandangan tentang potensi ancaman. Tidak ketinggalan, organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah, serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), ikut menyumbangkan suara.

Dari sisi lain, tokoh pers di daerah juga dimintai keterangan, karena media dianggap punya mata tajam dalam membaca perubahan sosial di masyarakat.

Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian FKPT Sulawesi Barat Dr. Sulaeman Teddu menegaskan bahwa survei ini bukan hanya untuk memetakan potensi ancaman terorisme, tetapi juga menjadi dasar perumusan program pencegahan di daerah.

“Dengan data yang valid, kita bisa mengetahui seberapa besar risiko wilayah menjadi sasaran aksi terorisme dan bagaimana strategi mitigasi yang harus dilakukan,” ujarnya.

Dampaknya bagi masyarakat bisa langsung terasa. Jika hasil survei menunjukkan adanya kerentanan, FKPT bisa merancang program pencegahan yang lebih tepat sasaran. Misalnya, memperkuat dialog antarumat beragama, memberi ruang bagi anak muda untuk kegiatan positif, atau melibatkan media lokal dalam kampanye literasi digital agar hoaks dan propaganda radikal bisa ditekan.

Sulawesi Barat, dengan keragaman masyarakatnya, memang memiliki tantangan tersendiri dalam menjaga harmoni sosial. Mobilitas penduduk yang tinggi, derasnya arus informasi digital, serta perbedaan latar budaya bisa menjadi kekuatan, tetapi juga berpotensi memicu gesekan.

Melalui survei ini, FKPT berharap strategi pencegahan dapat dirancang sesuai dengan kondisi lokal. Mamuju dengan persoalan urbanisasi, Pasangkayu dengan isu perbatasan, dan Mamuju Tengah dengan mobilitas masyarakatnya, tentu memerlukan pendekatan yang berbeda.

Survei Indeks Risiko Terorisme 2025 di Sulawesi Barat pada akhirnya bukan hanya tentang angka atau laporan. Lebih dari itu, kegiatan ini merupakan upaya membangun ketahanan sosial di daerah.

Dengan melibatkan masyarakat, FKPT ingin memastikan Sulawesi Barat tetap aman, damai, dan terhindar dari ancaman terorisme. FKPT Sulawesi Barat berharap masyarakat bisa mendukung jalannya survei ini.

“Keterbukaan responden sangat penting agar informasi yang dikumpulkan mencerminkan kondisi nyata di lapangan,” tambah Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian. Dengan begitu, hasil survei tidak hanya menjadi data nasional, tetapi juga menjadi pijakan penting bagi pemerintah daerah dalam menjaga keamanan dan ketahanan sosial di Sulawesi Barat.

Komentar